.:: SELAMAT DATANG DI RUMAH MAYAKU ::. ~"karena tak setiap rasa mesti diteriakkan, maka tulisan menjadi pilihan"~

JASMINUM SAMBAC
Wednesday 15 November 2006
Cermin Hati Bagas
Aku seringkali malu pada diri sendiri, apa aku memang begitu bodoh dan berbeda dari manusia yang lain? Kok aku tidak pernah berhasil menarik perhatian mereka untuk sekedar simpati padaku. Aku merasa hidup dalam sebuah dunia yang terbelah, satu belahannya diisi oleh seluruh orang lain dan belahan yang satunya lagi aku huni seorang diri.

Memang dunia yang menjadi bagianku begitu luas dan lempang, tapi apa guna sebuah dunia yang luas kalau kita harus menjalaninya seorang diri? Tetap saja akan terasa sempit.
Adakah manusia yang bisa hidup seorang diri?
Tentu semua orang akan menjawab tidak! Termasuk aku, jawabankupun sama, aku tidak bisa hidup sendiri. Tapi yang aku hadapi bukan persoalan bisa ataukah tidak bisa, hidup sendiri menjadi suatu keharusan bagiku.

Aku harus hidup sendiri dalam duniaku yang sunyi sebab aku orang asing.
Aku orang terbuang.
Tak ada yang bisa mengerti dan tak ada yang mau mengerti . bahkan aku sendiri tak pernah berhasil memahami diriku. Mungkun karena inilah maka aku dijauhi, aku memang bodoh, mengenal diri sendiri saja tidak bisa.

Tapi apa mungkin ada orang yang bisamengenali dirinya sendiri secara sempurna dan menyeluruh? Jangankan mengenal, melihatnya saja tidak akan ada yang mungkin bisa. Sejak lahir sampai sebesar ini, aku tidak pernah bisa melihat seluruh batang tubuhku.
Aku merasa asing dengan punggungku, telingaku, hidungku, mulutku bahkan mataku yang aku pakai melihat tak pernah aku kenali.

Tampaknya untuk mengenali diri dengan baik, kita butuh cermin, karena cermin adalah media untuk melihat pantulan diri yang paling jujur dan tak pernah berdusta.
Cermin tak pernah berkomentar apa-apa, dia hanya bisa menunjukkan. Kalaupun dia bersuara, mungkin hanya ‘ini dirimu” yang akan selalu diulang-ulang oleh sang cermin ketika berhadapan dengan seseorang.

Aku harus punya cermin, tapi bukankah aku hanyalah orang asing di belahan duniaku sendiri?
Lalu pada siapa aku bisa meminjam atau meminta?
Bagaimanapula kalau aku butuh cermin bagi hatiku? Pribadiku?
Adakah cermin yang bisa memantulkan hati dan pribadiku dengan baik?
Bukankah itu hanya bisa diperankan oleh seorang sahabat atau kekasih?
Aduh! Sungguh malang nasibku. Tak punya sahabat apalagi seorang kekasih untuk bercermin dan mengeja diri. Aku begitu asing, bukan saja bagi seluruh manusia di dunia sebelah, bahkan bagi diriku sendiri.

Lalu apa yang harus aku lakukan?
Kalau pada diri sendiripun aku menjadi asing, bagaimana aku bisa berani mencari seorang sahabat atau kekasih?
* * *
Krrrriiiiiiiiiiiinnggggg………….!!!!!!!!!
Bel tanda waktu istirahat berakhir, Bagas menutup buku harian yang diisinya sepanjang waktu istirahat tadi.
Dengan cepat buku bersampul biru itu disusupkan ke dalam tas, matanya melirik sekeliling untuk memastikan bahwa tindakannya tidak mengundang perhatian teman-teman sekelasnya yang berlarian masuk dan duduk di bangku masing-masing dengan tertib.

Tanpa sepengetahuan Bagas, dua pasang mata memerhatikan gerak-geriknya dengan seksama. Ya, dua orang gadis, yang satu rambut blonde bernama Imelda, yang satunya lagi dikepang dua, Shanty. Sudah lama mereka memerhatikan gelagat Bagas, sejak isyarat cinta Imelda tak berbalas dari cowok berkacamata itu.

“Hai Mel.., Shanty.., kalian lagi merhatiin apasih? Kok serius amat, paling juga Pak Ahmad telat masuknya, jangan tegang gitu non.” Suara cempreng Ranti membuyarkan konsentrasi Imelda dan Shanty.
“Ngg….. nggak, aku Cuma lagi tegang aja sih, semalam aku lupa mengerjakan tugas, emang pe-er kamu sudah selesai?” Sergah Imelda sekenanya.
“Sudah, siapa dulu dong, Ranti…. sia-sia aku ikut les kalo soal seperti itu nggak bisa aku selesaikan dengan baik… gampang non, kali aja kalian mau ngontek?”
“Ngapain juga nyontek sama kamu, kita masih punya harga diri tau’!!!” Shanty menyahut dengan agak ketus.

“Ih segitunya, kamu kok sensi banget Shan, aku juga cuma bercanda kok… ya kan Mel..”
“Ya sudah… lebih baik kita duduk yang baik dan nunggu Pak Ahmad datang, soalnya kalau beliau datang dan kita masih ribut… wah bakalan kena hukum deh kita sekelas.” Imelda melerai, sambil sesekali matanya melirik kearah Bagas.

KetikaPak Ahmad masuk, Bagas mengikuti pelajaran seperti biasa, tapi lain halnya dengan Imelda, sampai bel pulang berdentang, perhatiannya terhadap mata pelajaran sungguh tidak ada.
Sesekali matanya masih mencuri pandang ke arah Bagas. Imelda sungguh penasaran sengan buku bersampul biru yang membuat Bagas begitu betah dan tidak keluar ruangan ketika istirahat tadi.
“Jangan-jangan buku itu menyimpan rahasia yang bisa menjelaskan kenapa Bagas tetap dingin kepadaku,” batin Imelda. Sudah beberapa minggu terakhir Imelda berusaha menarik perhatian Bagas dengan mengirimkan sinyal-sinyal cinta kepadanya.

Bel pulang berdentang…
“Shan, aku penasaran deh dengan buku bersampul biru itu, kamu lihat juga kan tadi Bagas menyimpannya dengan begitu hati-hati.” Sambil membereskan peralatan pelajarannya, tatapan Imelda tetap mengarah kearah Bagas.

Sementara itu Bagas melangkah perlahan keluar kelas mengikuti langkah siswa lainnya tanpa perasaan apapun.
”Iyya juga sih, tapi kamu kok perhatian banget sama Bagas? Apa kamu masih penasaran dengan sikap dinginnya kepadamu selama ini?” Tanggap Shanty.
“Sudah… ayo pulang, aku sudah lapar nih, pasti Pak Kusno yang menjemputmu sudah menunggu tuh…” Lanjutnya.

Sambil berjalan beriringan keluar kelas,
“Kamu ikut aja Shan, bete juga kalau aku cuma berdua dengan Pak Kusno di mobil.” Ajak Imelda pada sahabatnya.
“Bener nih? Oke deh…”

Didalam mobil mereka menyusun rencana untuk mencari tahu apa isi buku bersampul biru milik Bagas.
“Besok pagi jangan sampai datang telat ya?”
“Aku nggak bisa jamin Mel, kamu tahu sendiri kan, gimana susahnya mencari angkot yang kosong kalau pagi.”
“Kalau gitu aku jemput, jam 06:30 kamu harus sudah siap agar rencana kita bisa segera dilaksanakan besok.”
“Oke……….! Keduanya berjabat tangan dengan gembira, Pak Kusno cuma senyum keheranan melihat tingkah kedua gadis remaja itu. [bersambung]

by: tenri angka
posted by Irma @ 20:19   0 comments
Harap Dalam Do’a
lama sudah kita tak bercakap
sejak malam, dimana kau memberiku seuntai kata
kalimat yang serupa do'a

dalam do'amu ada harap
harap yang menggeriap-geriap
terbingkai dalam sabar yang kukuh

semua harus bisa dibatasi
bukankah bayang menjadi indah dalam cahaya remang?
ujarmu malam itu

apa kita kuat berkawan lelah
saling meraba hati dengan jemari rindu
tak lebih

dan tanpa cakap

by: tenri angka
posted by Irma @ 07:06   0 comments
Masih Pantas Aku Mengenangmu?
masih pantas aku mengenangmu?
ketika kau telah melindas aku
dalam kenangan yang beku

masih berhak aku mengingatmu?
saat kau sudah memerangkap aku
dalam ingatan yang membatu

bagaimana aku mengacuhmu
dan menghapusmu dari kenanganku

bagaimana aku melupamu
dan menghilangkanmu dari ingatanku

kau terlalu kuat membekas
tak bisa aku mengusirmu lekas

meski aku tahu
kau tak lagi mengingat dan mengenangku

by: tenri angka
posted by Irma @ 07:05   0 comments
TULISAN
Realitas peradaban yang kita temukan saat ini memang didominasi oleh barat. Dari segi teknologi kita berkiblat ke barat, apakah budaya kita juga harus berkiblat ke barat? Tidak kan! Padahal secara historis umat Islam pernah berjaya, hingga terjadinya pembakaran perpustakaan terbesar umat Islam di Baghdat. Tentunya kita sama-sama menginginkan Islam kembali membangun peradabannya. Mungkin pemikiran Hasan Hanafi, Muh. Arkoun, Asghar Ali Enginer, dan Muh. Abid Al-Jabiri bisa dijadikan bahan refleksi untuk mengembalikan kejayaan Islam.
posted by Irma @ 00:11   0 comments
 
Tentangku

Name: Irma
Home:Tamalanrea, Makassar
See my complete profile
Yang Lalu
Arsip
Pesan & Tanggapan

Name :
Web URL :
Message :
Sahabat
Jaringan
Mesin Pencari

Info
Anda Pengunjung ke:
free web counter
free web counter
Waktu
Kalender
Didukung Oleh

Isnaini Dot Com

BLOGGER