.:: SELAMAT DATANG DI RUMAH MAYAKU ::. ~"karena tak setiap rasa mesti diteriakkan, maka tulisan menjadi pilihan"~

JASMINUM SAMBAC
Monday 2 April 2007
Perempuan;
Sebuah ke-eksistensi-an tubuh

Oleh : Sudarmiah

Aku melihatnya
Di atas dipan tua; mengerang
Di dalam sebuah bangunan kokoh; rumahnya
Di bawah atap langit; berteriak lantang
“ aku adalah perempuan, tubuhku adalah milikku,
Biarkan ianya menarik aku kesana; pentas alam semesta”
--Tazkiyah ’01--

Berbicara tentang perempuan bagi saya merupakan topik yang sangat menarik untuk diperbincangkan, bukan karena diri pribadi saya adalah seorang perempuan tapi lebih karena keprihatinan sekaligus kebanggaan saya terhadap komunitas perempuan yang tetap eksis menempatkan dirinya pada posisi “hitam/putih”, “terbuang/dibutuhkan” dan masih banyak lagi keadaan yang saling kontradiktif.

Terlepas dari baik atau buruk perannya dimata masyarakat luas, perempuan telah membuktikan dirinya bahwa dialah sendiri yang bisa menentukan ke arah mana dan pada siapa dia “menyerahkan” dirinya. Pilihan hidup yang memilih untuk berjalan di atas jalur yang “benar/tidak benar” adalah pilihan sadar perempuan yang membawa kebenarannya sendiri-sendiri.

Perempuan ini tahu betul bahwa setiap pribadi manusia masing-masng memiliki kebenaran bagi diri mereka sendiri walaupun tidak sedikit yang membawa kebenarannya ke dalam masyarakat umum dan akhirnya dianggap benar oleh orang lain. Dalam hal ini tidak dipungkiri oleh perempuan bahwa pihak laki-laki juga memiliki kebenaran mereka sendiri. Dari kedewasaan cara berpikir yang seperti inilah akhirnya perempuan bisa mengambil pelajaran dari sejarah keperempuanannya untuk memilih jalan hidup, menjadi “korban” atau menjadi “sang pelaku” itu sendiri.

Eksistensi diri yang berusaha didapatkan oleh perempuan harus terlebih dahulu menjalani proses yang sangat panjang dan melelahkan. Beberapa peristiwa bahkan hampir menghilangkan komunitas perempuan dari peran domestik apalagi peran publik sebagai bagian dari komunitas masyarakat karena dianggap kurang pantas bagi perempuan untuk memperlihatkan diri dan kemampuannya di hadapan publik.

Perdebatan dan pengorbanan selalu mewarnai setiap perjuangan perempuan dalam memperjuangkan persamaan hak dengan kaum laki-laki pada setiap sendi kehidupan, terbilang sebagai bagian dari proses yang mungkin masih sangat panjang bagi perempuan untuk menunjukkan keeksistensian mereka.

Kesadaran ini menunjukkan bahwa perempuan bisa menjadi lebih cepat dewasa seiring dengan perjalanan dari perjuangan itu sendiri. Alhasil, peristiwa tersebut bukannya mengendurkan semangat perjuangan mereka tetapi merupakan pendorong semangat baru untuk terus memperjuangkan apa yang mereka ingin dapatkan.

Pencarian makna eksistensi atas tubuh oleh kaum perempuan bermula dari kesadaran kaum perempuan yang memaknai kenyataan bahwa banyak hal yang bisa mereka lakukan sendiri tanpa bantuan laki-laki atau dengan bantuan kaum laki-laki. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh beberapa hal yang belakangan ini telah disadari oleh kaum perempuan menyangkut hal bahwasanya sekian lama mereka ditempatkan pada posisi kaum lemah dan harus dilindungi bukan sebagai sesuatu yang bisa bertanggung jawab terhadap kepentingan publik serta dianggap sebagai sesuatu yang tidak diperlukan dalam pengambilan kebijakan dalam masyarakat.

Perempuan adalah Candu
Satu hal yang tidak bisa dipungkiri bila kita berbicara tentang sejarah perempuan. Perempuan sejak dulu selalu di tempatkan pada keadaan yang sama sekali tidak menguntungkan untuk dirinya. Kejatuhan manusia pertama dari surga selalu ditekankan kepada pihak perempuan (hawa) sebagai pihak yang patut dipersalahkan oleh karena perempuan yang menggoda laki-laki (adam) sehingga termakanlah buah dari pohon terlarang. Kepercayaan ini lalu didistorsi ke dalam sistem sosial yang melulu menempatkan perempuan sebagai “golongan manusia perusak”.
Sistem sosial tersebut sampai sekarang masih tetap ada, hal ini bisa terlihat dari masih kurang dihargainya peran perempuan baik dalam bidang domestik maupun bidang sosial kemasyarakatan. Penempatan perempuan dalam wilayah domestik (rumah tangga) masih selalu pada taraf “penerima”, dari soal nafkah sampai masalah urgen lainnya. Tidak berbeda jauh dengan kehidupan sosialnya, perempuan selalu ditempatkan di bawah posisi laki-laki dengan peran dan tanggung jawab yang lebih ringan dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini terjadi karena perempuan masih diartikan sebagai sosok lemah yang tidak memiliki control sosial yang cukup kuat dibandingkan dengan laki-laki.

Perempuan dalam konteks agama pun tidak lepas dari cobaan-cobaan yang tidak representatif dalam meninggikan derajat kaum perempuan. Agama Islam contohnya mempunyai banyak aturan-aturan tentang perempuan yang bila dimaknai sepintas lalu akan dianggap sangat merugikan kaum perempuan. Dalam sebuah hadist dikatakan bahwa

“setiap perempuan yang keluar rumah akan diikuti setan sambil menghembuskan bisikan; goda ini, bujuk itu. Dalam setiap langkanya, lahir setan-setan penggoda. Dalam setiap ayunan tangannya, keluar setan-setan penyesat ".

Dan didalam hadist yang lain dikatakan bahwa

“tidak sekali-kali aku tinggalkan suatu fitnah yang paling membahayakan diri kalian selain fitnah perempuan"

Dari kedua hadis ini dapat dipastikan bahwa masyarakat sebagian besar akan memiliki persepsi yang hampir sama dengan yang lainnya yaitu menganggap bahwa perempuan merupakan mahkluk yang membahayakan kehidupan ataupun ibadah dari seseorang, parahnya lagi tidak hanya laki-laki saja yang memandang perempuan dalam posisi yang seperti ini tapi kenyataannya banyak perempuan yang memandang perempuan lainnya sebagai “musuh dalam selimut”, tentunya hal ini tidak menguntungkan posisi kaum perempuan itu sendiri.

Karena kekhawatiran fitnah perempuan yang akan merusak tatanan masyarakat, perempuan tidak disarankan untuk keluar rumah tanpa keperluan. Kalaupun harus keluar, sebisa mungkin tidak sendirian karena kehadiran tubuh seorang perempuan ditengah masyarakat yang menggoda. Masyarakat akan terangsang, tergoda dan mungkin bangkit melakukan sesuatu terhadap tubuh perempuan. Kata Imam Nawawi,

“seorang suami yang terhormat wajib melarang istri dan anak perempuannya untuk keluar rumah dengan berhias dan berdandan dan tidak memperkenankan mereka keluar rumah kecuali pada waktu malam hari disertai mahram atau perempuan lain yang dipercayai” .

Hal ini mengakibatkan perempuan akan kehilangan kebebasannya untuk mengeksperisikan potensi yang dia miliki sehingga potensi itu sendiri kemudian tertutupi dan hilang.

Banyaknya larangan-larangan untuk perempuan dalam masyarakat sosial ternyata lebih banyak diakibatkan oleh karena posisi perempuan dalam cara-cara peribadatan. Misalkan larangan perempuan untuk memimpin shalat diartikan bahwa kehadiran tubuh perempuan didepan jamaah shalat dikhawatirkan akan mengganggu dengan membuyarkan konsentrasi mereka dalam menghadap Allah SWT Hal ini lalu berimbas pada kenyataan bahwa tubuh-tubuh perempuan juga tidak diharapkan duduk dalam jabatan-jabatan publik karena kehadirannya hanya akan menggoda masyarakat dan memalingkan perhatian mereka dari tugas-tugas yang semestinya mereka kerjakan.

Perempuan; Simbol Seksualitas
Seksualitas sampai saat ini masih dianggap sebagai bahan yang paling laku untuk diperbincangkan. Walaupun masih banyak pihak yang menganggap bahwa seksualitas adalah hal yang tabu di hadapan umum dan hanya milik pribadi, wacana seksualitas terus diperbincangkan baik dalam forum khusus perempuan maupun dalam forum umum. Perbincangan ini tentu saja tidak berhenti pada satu materi tentang seks tetapi akhirnya terkuak bahwa wilayah seksual sangat luas cakupannya.

Namun hal diatas tidak lantas menjadikan wacana seksualitas menjadi wacana yang proporsional. Penempatan perempuan dalam diskusi-diskusinya hanya sebagai “pelaku” bukan sebagai “korban”. Fakta bahwa setiap perbincangan tentang seksualitas lebih banyak membahas tentang kaum perempuan dibanding dengan kaum laki-laki merupakan pembuktian bahwa sampai saat ini seksualitas masih dipandang sebagai “perempuan“.
Hal ini jelas tidak menguntungkan pihak perempuan karena pada setiap penyelewengan prilaku seksual selalu dibebankan kepada pihak perempuan. Contohnya saja “gelar” PSK (Pekerja Seks Komersil) selalu diarahkan kepada pihak perempuan dan pada setiap kali penggerebekan lokasi-lokasi prostitusi yang terlihat banyak tertangkap adalah kelompok perempuan bahkan sama sekali tidak terlihat adanya kelompok laki-laki. Padahal tidak bisa dipungkiri bahwa ada juga sekelompok laki-laki yang bekerja sebagai PSK, namun hal ini tidak diekspos besar-besaran sebagaimana media mengekspos prilaku prostitusi perempuan.
Hadis Nabi mengatakan bahwa

“setiap perempuan yang keluar rumah akan diikuti setan sambil menghembuskan bisikan; goda ini, bujuk itu. Dalam setiap langkanya, lahir setan-setan penggoda. Dalam setiap ayunan tangannya, keluar setan-setan penyesat"

membuktikan bahwa perempuan merupakan pihak yang paling mampu untuk mengumbarkan pesona sensualitasnya dibandingkan dengan laki-laki. Perempuan dalam hal ini dikatakan sebagai makhluk penyebar setan yang menggoda iman seseorang melalui sensualitas tubuhnya. Kehadiran tubuh seorang perempuan merupakan tantangan terbesar pada pihak laki-laki.

Dalam persoalan ini pun perempuan lebih banyak ditempatkan pada pihak yang paling berpotensi untuk “menghancurkan” seorang laki-laki, tidak terpikir bahwa laki-laki pun bisa menjadi “duri dalam daging” bagi laki-laki sendiri maupun pada pihak laki-laki. Seksualitas perempuan dalam pemikiran keagamaan dianggap fitnah yang membahayakan. Baik terhadap dirinya maupun orang lain. Dalam peringatan yang dinyatakan oleh Nabi bahwa Tidak sekali-kali aku tinggalkan suatu fitnah yang paling membahayakan diri kalian, selain fitnah perempuan

Dalam riwayat Abu Hurairah lebih tragis lagi,

“sumber kesialan (syu’m) itu ada tiga: perempuan, rumah dan kuda”

Berbeda dengan kaum laki-laki yang seksualitasnya cenderung dianggap wajar dan bahkan dimanjakan. Hal ini terlihat dari praktek khitan bagi permpuan dan laki-laki yang sangat jelas adanya perbedaan tujuan dilaksanakannya praktek ini. Praktek khitan jelas secara seksual sangat menguntungkan laki-laki tetapi tidak bagi perempuan.

Begitulah konsepsi seksualitas dalam teks-teks klasik islam yang dibangun atas tiga anggapan yang bercorak diskriminatif terhadap perempuan. Pertama, seksualitas adalah sesuatu yang mamalukan, karena itu harus disembunyikan dan diletakkan pada ruang yang paling rahasia, dan tidak dibicarakan di tengah-tengah publik. Kedua, perempuan tak lain adalah figur ‘penggoda’ terhadap kesalehan masyarakat, sehingga seksualitasnya harus dikontrol, diawasi, dibatasi, dan diarahkan. Ketiga, memanjakan seksualitas laki-laki, sehingga laki-laki diberi banyak kesempatan untuk memperoleh puncak kepuasan .

Demikianlah, bagunan pemikiran menyangkut relasi perempuan dengan dirinya sendiri, laki-laki pasangannya atau dengan masyarakatnya, didirikan atas dasar pandangan bahwa perempuan adalah fitnah, bahkan sumber malapetaka bagi pihak laki-laki. Seksualitas perempuan adalah sesuatu yang memalukan sehingga harus dibatasi, menyenangkan sehingga dibebani untuk melayani dan memuaskan.

Realitas ini menunjukkan bahwa tubuh perempuan sepenuhnya dipandang hanya sebagai obyek kesenangan (object of pleasure) oleh karena itu harus dikontrol sesuai dengan keinginan pihak penikmat, dalam hal ini para lelaki

Prototipe Perempuan Masa Kini
Membandingkan perempuan dulu dengan sekarang memang seperti menciptakan jurang pemisah yang amat transparan. Perempuan dulu mungkin dikenal dengan prototype yang selalu mengikuti apa kata adat istiadat, orang tua dan suami. Kehidupan mereka lebih banyak ditentukan oleh pihak yang pada mereka dia mencari perlindungan. Namun tidak dapat dipungkiri juga bahwa terkadang dengan keadaan seperti ini harga diri dan kehormatan perempuan lebih terjaga dan bersih dari segala macam pergunjingan tentang dirinya.

Walaupun demikian kondisi ini pada substansinya justru merugikan kaum perempuan (bingung kan !?) karena dengan demikian perempuan memang hanya menempatkan dirinya pada posisi yang lemah dan tidak mandiri, selalu bergantung pada kehadiran kaum laki-laki dan merasa diri tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa bantuan dari pihak laki-laki.

Perempuan masa kini justru cenderung sangat mandiri, sehingga peran laki-laki dalam menentukan arah hidupnya bisa dikatakan sangat kurang berpengaruh. Malah sekarang ini telah banyak perempuan yang berhasil terjun ke pekerjaan yang langsung berhadapan dengan publik dan sering ditempatkan dia atas posisi kaum laki-laki (meski hal inipun masih sangat kurang dibandingkan dengan peran laki-laki). Namun penulis melihat bahwa justru disinilah letak kelemahan kaum perempuan masa kini. Kemandirian mereka di hadapan publik telah menyebabkan timbulnya pesimisme terhadap peran kaum laki-laki.

Hal menunjukkan bahwa perempuan memang bisa menjadi seperti laki-laki, tapi bukan keadaan yang seperti ini yang kita inginkan bersama. Benarkah perempuan sama sekali tidak menginginkan keberadaan laki-laki dalam perjalanan hidupnya? bukankah perempuan tidak sekejam laki-laki yang juga akan mematikan karakter manusia lainnya (laki-laki) seperti yang dulu telah dilakukan oleh kaum laki-laki.

Demikianlah dari kondisi ini seharusnya kaum perempuan lebih mampu menempatkan dirinya (tubuh) dalam kondisi apapun tanpa merugikan siapa pun. Kebebasan untuk membawa diri (tubuh) perempuan kearah mana yang dia suka bukan merupakan alat untuk menjustifikasi bahwa dengan ini tidak ada lagi batasan yang membatasi ruang gerak dari perempuan.

Justru dari keberadaan dirinya (tubuh perempuan) perempuan bisa mengambil hikmah bahwasanya dengan tubuh dia bisa melihat potensi apa yang terkandung dalam dirinya dan bisa dia kembangkan untuk masa depan dirinya dan perempuan yang lainnya, entah peran itu baik menurut dirinya sendiri atau justru pilihan terburuk dimata masyarakat?

Namun dalam konteks yang lain, kaum perempuan merasa bahwa dengan mempertontonkan tubuhnya yang tidak memakai/tanpa baju (nude female) ataupun badannya yang tampil bugil (naked woman), mereka menganggap sebagai keberhasilan dari gerakan kebebasan perempuan. Nah loh!!! [@]
posted by Irma @ 07:23  
0 Comments:
Post a Comment
<< Home
 
 
Tentangku

Name: Irma
Home:Tamalanrea, Makassar
See my complete profile
Yang Lalu
Arsip
Pesan & Tanggapan

Name :
Web URL :
Message :
Sahabat
Jaringan
Mesin Pencari

Info
Anda Pengunjung ke:
free web counter
free web counter
Waktu
Kalender
Didukung Oleh

Isnaini Dot Com

BLOGGER